Peristiwa-peristiwa setelah Fathu Mekah
Sementara belum 15 hari Nabi saw tinggal di Mekah sebagian besar dari kelompok kabilah jazirah Arab yang belum menjadi muslim telah bersatu untuk menentang beliau. Nabi saw dengan laskar pasukan besar dari kaum muslimin keluar dari Makah dan ketika mereka sampai ke sebuah tempat bernama Hunain, para musuh yang telah bersembunyi mengindap di lembah-lembah sekitar kota, mulai memanahi para pasukan. Hujan panah yang begitu dahsyat membuat para pasukan Islam mundur, sebagian kecil dari mereka menetap tinggal, namun akhirnya mereka juga lari kembali dan kemudian menyerang pasukan musuh dan mereka mengalahkannya.[73]
Perang Tabuk adalah salah satu peristiwa yang terjadi pada tahun ke-10 H. Berita sampai kepada Rasulullah bahwa kaum Romawi telah menyiapkan pasukan yang cukup besar di sebuah tempat bernama Balqa dan ingin menyerang kaum muslimin. Musim panas yang begitu sulit menyengat dan merupakan masa matangnya buah-buahan dan kebanyakan dari masyarakat ingin tinggal beristirahat di rumah mereka masing-masing. Dan pada Baitul Mal juga tidak terlihat adanya kekayaan. Nabi seperti biasa tidak pernah menentukan tujuan ketika mengirim laskar pasukan, namun pada perang Tabuk ini, karena kekhawatiran dan kesulitan yang mungkin terjadi, beliau mengumumkan bahwa kita akan pergi berperang melawan kaum Romawi. Sebagian kelompok mengatakan bahwa: Sekarang ini musim panas dan jangan pergi pada musim ini! Kelompok ini adalah kelompok orang-orang yang dikecam oleh ayat Alquran. Allah swt berfirman:
Para ahli sejarah menulis bahwa pasukan Islam dalam peperangan ini mencapai tiga puluh ribu orang. [75] Dan ini adalah paling tingginya angka pasukan laskar dalam peperangan Islam yang diikuti Rasulullah saw, bahkan paling tingginya angka pasukan yang terkumpul di tanah Arab hingga hari itu. Pada pengiriman pasukan laskar pada kali ini Nabi menetapkan Ali bin Abi Thalib untuk tinggal di Madinah untuk mengurusi segala keperluan rumah tangga beliau. Orang-orang munafik berkata, dia tidak ingin dalam perjalanan ini Imam Ali ikut bersamanya karena itu, Ali as mengadu kepada Nabi tentang hal ini, lantas beliau bersabda: "Aku telah menjadikanmu sebagai khalifahku bahwasannya engkau bagiku bagaikan Harun bagi Musa, hanya saja setelahku tidak ada Nabi." Laskar pasukan sangat letih dan lelah kehausan dan ketika mereka sampai ke Tabuk ternyata berita bahwa orang-orang Romawi telah siap untuk menyerang tidaklah benar.
Perang Tabuk adalah perang terakhir kaum muslimin dengan kaum non muslim dalam kehidupan Rasulullah. Sejak saat ini seluruh jazirah Arab menyerah. Setelah perang inilah setiap kabilah datang ke hadapan Rasulullah dan mengirim perwakilan mereka untuk menyatakan kepatuhan kabilah mereka dan menerima Islam sebagai keyakinan mereka. Dan bisa dikatakan kira-kira seluruh kabilah secara umum telah menjadi muslim. Berdasarkan inilah tahun ini dinamakan 'Amul Wufud(Wufud kata jamak dari "wafd" yang berarti sekelompok perwakilan atau para tamu).[76]
Setelah perang Tabuk, Islam di seluruh jazirah Arab semakin maju berkembang. Sejak saat itu, senantiasa berbagai delegasi dari para kabilah datang ke Madinah dan memeluk agama Islam. Dalam prakteknya, Nabi saw selama berada di tahun ke-10 yang telah disebut sebagai "Amul Wufud" ini, beliau selalu berada di Madinah dan menerima delegasi para kabilah.[77] Begitu juga di tahun ini Nabi saw mengadakan perundingan bersama orang-orang Kristen Najran,[78] pergi menunaikan ibadah haji dan di perjalanan pulang Nabi mengumunkan bahwa Ali bin Abi Thalib as sebagai pengganti dan pemimpin kaum muslimin setelahnya di sebuah tempat bernama Ghadir Khum.[79]
Di tahun ke-9 H, Nabi Muhammad saw bersamaan dengan korespondensinya dengan para kepala pemerintahan dunia, menulis surat kepada uskup Najran dan meminta para warga Najran untuk menerima Islam. Para pengikut Kristen memutuskan untuk mengirim tim ke kota Madinah untuk berbicara dengan Nabi dan menganalisa ucapan dan perkataannya.
Dewan utusan delegasi bertemu dengan Nabi di Masjid Madinah. Setelah kedua belah pihak bersikeras melegitimasi keyakinan dan kebenaran mereka, masalah berakhir dengan sebuah keputusan bahwa mereka di penghujung saling mengutuk (Mubahalah), dan diputuskan bahwa hari berikutnya, semua harus bersiap-siap pergi ke luar kota Madinah, di kisaran tepian gurun pasir supaya melakukan Mubahalah. (saling mengutuk)
Dini harinya, Nabi saw datang ke rumah Imam Ali as. Dia memegang tangan Imam Hasan as dan memeluk Imam Husain as, dan pergi keluar dari Madinah bersama-sama dengan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah sa untuk bermubahalah. Karena orang Kristen melihat mereka, mereka menolak untuk melakukan mubahalah dan menuntut untuk melakukan rekonsiliasi.[80]
Peperangan dan konflik di Madinah
Semenjak Nabi saw mengikat perjanjian Aqabah kedua dengan penduduk Madinah, telah diperkirakan bahwa pertempuran berdarah tak akan terelakkan lagi.[52] Perang pertama yang diikuti Rasulullah atau dikenal dengan ghazwah terjadi pada tahun kedua setelah hijrah di bulan Safar yang mana ghazwah tersebut dinamakan Abwa dan atau Waddan. Pada pengiriman pasukan kali ini tidak terjadi pertempuran. Setelah itu terjadi ghazwah Buwath pada bulan Rabi al-Awal yang juga tidak terjadi pertempuan di dalamnya. Pada Jumadil Awal diberitakan bahwa akan ada rombongan Quraisy yang dipandu oleh Abu Sufyan dari Mekah menuju Syam. Nabi menyusul mereka sampai ke tempat yang bernama Dzat al-'Asyirah namun rombongan itu sudah melewati tempat tersebut. Peperangan gazwah ini tidak memberikan hasil karena ada beberapa orang yang menjadi mata-mata musuh di dalam kota Madinah yang memberitahu tentang rencana-rencana Nabi saw dan sebelum pasukan bergerak, mata-mata itu menyampaikan diri mereka menuju rombongan musuh dan mereka diberitahu tentang bahaya yang akan menghadang. Dengan begitu para rombongan merubah haluan perjalanan mereka atau lebih mempercepat waktu perjalanan mereka.[53]
Akhirnya pada tahun kedua hijriah tersebut, terjadilah pertempuran militer yang sangat penting antara kaum muslimin dan kaum musyrikin. Dalam pertempuran yang dikenal dengan perang Badar, meskipun jumlah kaum muslimin lebih sedikit dari orang-orang Mekah, namun mereka mampu meraih kemenangan dan banyak dari kaum musyrikin yang tewas terbunuh dan menjadi tawanan dan selainnya melarikan diri.[54] Dalam perang ini Abu Jahal dan sebagian lainnya yang berjumlah kurang lebih 70an orang dari para pembesar dan keturunan para pembesar tewas dan sejumlah itu pula tertawan. Dan dari pihak muslimin hanya 14 orang yang syahid. Dalam peperangan Amirul Mukminin Ali as, selain pengorbanan-pengorbanan dan bantuan serta pertolongan yang beliau lakukan untuk Nabi saw, beliau juga membentengi pasukan Islam dan berhasil membunuh beberapa orang (36 atau 37 orang Quraisy terbunuh di tangannya) dari pejuang-pejuang Mekah yang terkenal dengan keberanian mereka dan dengan keberanian beliau jugalah kemenangan pasukan Islam berhasil diraih.[55]
Konspirasi Dar al-Nadwah
Ketika Quraisy mengetahui perjanjian Nabi dengan penduduk Yatsrib dan dukungan dan perlindungan mereka terhadap Nabi saw, mereka tidak lagi mempedulikan perjanjian-perjanjian kabilah dan kemudian mereka melakukan konspirasi untuk membunuh Nabi saw. Namun membunuhnya bukanlah hal yang mudah, karena bani Hasyim tidak akan tinggal diam dan pertumpahan darah di antara mereka akan tetap berkelanjutan. Kaum Quraisy untuk menemukan cara yang baik dalam menerapkan rencana itu, mereka membuat sebuah pertemuan di Dar al-Nadwah yang pada akhirnya mereka menyimpulkan sebuah gagasan yaitu setiap kabilah menyiapkan seorang pemuda yang secara serempak akan menyerbu Muhammad saw dan semua dengan serentak mengayunkan pedang-pedang mereka kepadanya untuk membunuhnya. Dengan demikian yang membunuhnya nanti bukan satu orang dan bani Hasyim tidak dapat bangkit meminta pertanggungan darahnya, karena akan berperang dengan seluruh kabilah dan itu untuk mereka adalah hal yang tidak mungkin dapat dilakukan. Terpaksa mereka akan rela dengan mengambil tebusan.
Pada malam dimana kaum Quraisy ingin melaksanakan konspirasinya, Nabi dengan perintah Allah telah keluar dari kota Mekah dan Ali as tidur di atas kasurnya (lihat: lailatul mabit). Ia bersama Abu Bakar bin Abi Quhafah pergi berangkat menuju kota Yastrib dan tiga hari bersembunyi di goa yang bernama Tsaur sehingga orang-orang yang mencari-cari mereka berdua berputus asa. Kemudian setelah itu mereka menuju Yastrib melalui jalan yang tidak biasa dilewati manusia. [40]
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah mengenai hari keluarnya Rasulullah saw dari Mekah dan sampainya Nabi di Madinah.
Ibnu Hisyam yang mencatat garis perjalanannya menulis: Rasulullah saw sampai di kota Quba pada pertengahan hari Senin 12 Rabiul Awwal. Sementara Ibnu Kalbi menulis bahwa keluarnya Nabi (dari Mekah) pada hari Senin 1 Rabiul Awwal dan sampai ke Quba pada hari Jum'at tanggal 12 di bulan Rabiul Awwal tersebut. Sebagian lagi menulis bahwa tibanya Rasulullah saw pada tanggal 8 Rabiul Awwal. Para sejarawan muslim kontemporer dan sejumlah peneliti Eropa berpendapat, Rasulullah saw telah menghabiskan waktu selama 9 hari di perjalanan dan pada 12 Rabiul Awwal tahun 14 pasca bi'tsat, bertepatan dengan 24 September 622. tiba di kota Quba yang berdekatan dengan Madinah. (perlu rujukan)
Momentum hijrahnya Nabi saw dari Mekah ke Madinah menjadi awal penanggalan Islam. Dalam perhentiannya di kota Quba, Rasululullah saw membangun sebuah masjid yang bernama Masjid Quba. [41]
Pasca hijrahnya Rasulullah saw, Imam Ali bin Abi Thalib as masih tinggal dan menetap di Mekah selama 3 hari. Ia mengembalikan titipan-titipan masyarakat di sisi Rasulullah saw kepada para pemiliknya . Ia kemudian berangkat ke Madinah bersama perempuan-perempuan bani Hasyim yang mana Fatimah sa, putri Rasulullah termasuk salah seorang yang ada di antara mereka. Dan di kota Quba mereka bergabung dengan Rasulullah di kediaman Kultsum bin Hadam. [42]
Rasulullah saw pada hari Jum'at, 12 Rabiul Awwal bersama dengan kelompok dari Bani al-Najjar melanjutkan perjalanannya ke Madinah. Salat Jum'at pertama dilaksanakan di Kabilah Bani Salim bin Auf. Ketika Rasulullah saw memasuki gerbang kota Madinah, pemimpin dari setiap kabilah atau setiap kepala keluarga menghendaki Rasulullah saw menetap di tempat kediamannya supaya mendapat kebanggaan tersendiri dari yang lainnya, maka Rasulullah saw berkata:
Unta Rasulullah saw kemudian menghentikan langkahnya dan duduk di areal perumahan bani Malik bin Najjar, di atas sebuah tanah milik dua anak yatim. Kemudian Nabi saw membeli tanah tersebut dari Muadz bin 'Afra yang mengasuh kedua anak yatim tersebut dan di atasnya Masjid Nabi dibangun sebagai tanah dasar pondasi Masjid Nabawi. Abu Ayyub al-Anshari kemudian membawa masuk barang-barang perjalanan Nabi saw ke dalam rumahnya dan untuk sementara Nabi Muhammad saw akan tinggal di rumah itu sampai kamar yang dibangun untuknya siap ditempati.
Nabi Muhammad saw juga bekerjasama dengan kaum muslimin dalam pembangunan masjid. Dari satu sisi masjid, juga disediakan sebuah halaman yang disebut Suffah, sehingga para pendukungnya yang kurang mampu dan tidak memiliki tempat tinggal, bisa menetap di tempat tersebut. Mereka yang tinggal di Suffah itulah yang kemudian dikenal dengan Ashab al-Suffah. [43]
Hari demi hari, jumlah kaum Muhajirin kian bertambah dan kaum Anshar -yang sekarang hanya dapat dikhususkan untuk penduduk Yatsrib terdahulu- dengan suka rela dan penuh semangat menyambut kedatangan mereka dan menyediakan tempat tinggal untuk mereka. Langkah pertama yang dilakukan Nabi saw adalah mempersaudarakan antara Kaum Anshar dengan Muhajirin, dan ia sendiri memilih Ali as sebagai saudaranya. [44] Ada pula sejumlah kecil dari mereka yang secara lahiriah mengklaim dirinya sebagai orang Islam, namun hati mereka tidak beriman, mereka ini adalah kaum munafik. Beberapa waktu setelah Nabi Muhammad saw memasuki kota Madinah, ia mengikat sebuah perjanjian dengan warga Madinah, termasuk kaum Yahudi supaya mereka saling menjaga hak-hak sosial mereka.[45] (Lihat: surat perjanjian umum pertama dalam Islam.)
Urutannya putra dan putri Nabi Muhammad dilihat dari kelahiran
Sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Imam Nawawi, Penerbit Pustaka Ibnu Umar
Ditulis oleh: Ruwaifi Tuasikal
Dikoreksi oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Catatan 26 Agustus 2020
Lulusan S-1 Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan S-2 Polymer Engineering (Chemical Engineering) King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia. Guru dan Masyaikh yang pernah diambil ilmunya: Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Sa'ad Asy-Syatsri dan Syaikh Shalih Al-'Ushaimi. Sekarang menjadi Pimpinan Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul.
Peran Nabi Muhammad sebagai Ayah
Dikutip dari buku Jangan Sakiti Rasulullah Al-Mustafa karya H. Miftahur Rahman, Nabi Muhammad SAW menunjukkan perannya sebagai ayah untuk melindungi anaknya.
Nabi SAW memberikan contoh penghargaan kepada anak perempuannya, ketika memperlakukan Sayyidah Fatimah. Nabi SAW memanggilnya dengan sebutan "Ummu Abiha" (ibu dari bapaknya), sebagai penghormatan atas kebaktian Sayyidah Fatimah dalam berkhidmat pada ayahnya.
Jika Sayyidah Fatimah datang, Nabi SAW segera berdiri. Ia menjemput Fatimah, mengambil tangannya, dan menciumnya. (HR Tirmidzi, Sunan Abu Daud). "Fathimah belahan nyawaku. Siapa yang membuatnya marah, ia membuatku marah. Siapa yang menyakitinya, ia menyakitiku." Begitulah perkataannya di hadapan para sahabat ketika berada dalam majelis. Betapa beliau memuliakan dan sangat menyayangi anaknya.
Sebagai orang tua, mestinya memahami bahwa setiap hal yang dilakukan orang tua untuk anak-anaknya adalah penuh makna, mencerminkan kasih sayang yang mendalam dalam hati ibu dan ayah. Kasih sayang ini perlu ditunjukkan secara nyata dan dirasakan oleh anak melalui berbagai cara dari waktu ke waktu.
Rasulullah SAW juga memberikan teladan terbaik dalam mencintai putra-putrinya dan keluarganya. Beliau menunjukkan sikap sebagai seorang ayah yang lembut, penuh cinta, kasih sayang, dan belas kasih.
Rasulullah SAW tidak hanya menolong dan memperhatikan anak-anaknya, tetapi juga menjaga mereka dengan penuh perhatian. Kecintaan beliau yang mendalam ini seringkali membuat orang lain terkesan dan penasaran.
'Aisyah Ummul Mukminin RA berkata, "Ada orang Arab yang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, 'Sesungguhnya anda mencium anak-anak Anda padahal kami tidak pernah menciumi mereka?' Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Apa yang dapat aku perbuat jika Allah telah mencabut kasih sayang di hatimu'?"
Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali, sedangkan di sisinya ada al-Aqra' bin Hajis at-Tamimi. Maka berkatalah al-Aqra',
"Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh anak namun belum pernah aku mencium salah seorang di antara mereka." Maka Rasulullah SAW mengarahkan pandangannya kepadanya seraya bersabda, "Barang siapa yang tidak menyayang maka tidak akan disayang."
Riwayat ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah contoh utama seorang ayah yang penuh kasih sayang, yang secara aktif menunjukkan cinta dan perhatian kepada anak-anaknya.
JAKARTA, iNews.id - Nama putra putri Nabi Muhammad SAW harus muslim ketahui sebagai salah satu bentuk kecintaan kepada Rasulullah dan keluarganya. Momentum Maulid Nabi SAW ini merupakan waktu yang tepat untuk menambah kecintaan kepada Nabi SAW dan keluarganya.
Nabi Muhammad SAW dikarunia 7 anak terdiri atas 3 putra dan 4 putri. Semua putra dan putri Nabi SAW merupakan hasil pernikahannya dengan Sayyidah Khadijah radhiyallahuanha, kecuali Sayyidina Ibrahim radhiyallahuanhu yang terlahir dari Sayyidah Mariyah Al Qibtiyah.
Nama Istri Nabi Muhammad SAW, Patut untuk Diketahui!
Putri Nabi Muhammad SAW berikutnya yakni Sayyidah Zainab. Dia adalah putri tertua Nabi yang lahir pada tahun ke-30 dari kelahiran Nabi Muhammad. Dia menikah dengan Abu al-Ash bin ar-Rabi.
Dari pernikahannya itu lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Ali (meninggal saat usia remaja) dan Umamah—yang nanti dinikahi Sayyidina Ali bin Abi Thalib setelah Sayyidah Fathimah wafat. Zainab wafat pada 8 H.
Putri Nabi Muhammad SAW ketiga yakni Sayyidah Ruqayyah. Dia lahir pada tahun ke-33 dari kelahiran Nabi Muhammad. Ruqayyah dinikahi oleh Ustman bin Affan. Dia tidak memiliki suami lagi selain Utsman.
Dari Utsman, dia memiliki seorang anak bernama Abdullah—yang meninggal di usia empat tahun. Tercatat, dia ikut hijrah sebanyak dua kali. Ruqayyah wafat ketika ketika Nabi berada di dalam Perang Badar—riwayat lain tiga hari setelah Perang Badar.
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muththalib bin Hasyim (bahasa Arab:محمد بنعبداللّه بنعبدالمطّلب بنهاشم) lahir pada Tahun Gajah, bertepatan dengan tahun 570 di kota Makkah dan wafat pada 11 H/632 di kota Madinah. Nabi Besar Islam Muhammad saw termasuk dari salah seorang nabi Ulul Azmi dan sebagai nabi Allah yang terakhir, sebagai pengemban Alquran yang merupakan mukjizat utamanya. Ia mengajak umat manusia untuk berakhlak dan menyembah Allah Yang Esa. Ia adalah seorang pemimpin bijaksana, perintis syariat, pembaharu umat dan juga termasuk seorang panglima perang.
Walaupun ia lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang musyrik, namun selama hidupnya, ia senantiasa menjauhkan diri dari penyembahan patung-patung berhala serta menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan buruk yang pada saat itu menjadi tradisi dalam masyarakat Arab Jahiliyah, Sampai pada akhirnya, di saat ia berusia 40 tahun, Allah melantiknya menjadi seorang Nabi. Pesan terpentingnya adalah mengajak umat manusia untuk bertauhid dan menyempurnakan akhlak. Walaupun kaum Musyrikin Makkah selama bertahun-tahun berlaku buruk kepadanya dan menyiksa sebagian dari pengikutnya, namun ia dan para pengikutnya sama sekali tidak melepaskan diri dari Islam. Setelah selama 13 tahun berdakwah di Makkah, akhirnya ia berhijrah ke Madinah. Hijrahnya ke Madinah adalah awal permulaan penanggalan Islam. Ia di Madinah telah menghadapi beberapa peperangan dengan pihak kaum Musyrikin yang akhirnya kemenangan berada di tangan kaum Muslimin.
Nabi saw dengan usaha dan jerih payahnya telah mengubah masyarakat Arab Jahiliyah dalam waktu yang singkat menjadi masyarakat yang bertauhid. Di masa hidupnya hampir seluruh masyarakat di semenanjung Arab telah memeluk Islam sebagai agama mereka. Dan pada periode selanjutnya hingga kini perkembangan Islam semakin terus berlanjut dan kini menjadi sebuah agama yang mendunia dan terus berkembang. Nabi saw telah berpesan kepada kaum Muslimin bahwa sepeninggalnya, hendaklah mereka berpegang teguh pada Alquran dan Ahlulbaitnya (lihat:Hadis Tsaqalain) dan jangan sampai terpisah dari keduanya. Hal tersebut disampaikannya dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada peristiwa Ghadir, saat Imam Ali as dilantik sebagai khalifah sepeninggalnya kelak.
Nasab, Julukan dan Gelar
Silsilah keluarga Nabi saw
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muththalib (Syaibah al-Hamd,'Amir) bin Hasyim ('Amr al-'Ula) bin Abdu Manaf (Mughirah) bin Qushai (Za'id) bin Kilab (Hakim) bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah ('Amr) bin Ilyas bin Mudhir bin Nizar (Khuldan) bin Ma'adda bin Adnan. Salam atas mereka. [1] Ibu Nabi Besar Islam adalah Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Alamah Majlisi berkata, Syiah Imamiyah sepakat secara ijma' atas keimanan Abu Thalib, Aminah binti Wahab dan Abdullah bin Abdul Muththalib dan kakek buyut Rasulullah sampai Nabi Adam as. [2]
Nama-nama panggilan Nabi besar Islam adalah Abul Qasim dan Abu Ibrahim. [3] Sebagian gelar-gelarnya adalah: al-Musthofa, Habibullah, Shafiullah, Ni'matullah, Khairu Khalqillah, Sayidul Mursalin, "Khatam al-Nabiyin", "Rahmatan lil Alamin" dan Nabi al-Ummi. [4]
Persiapan-persiapan Hijrah
Kedudukan Nabi dalam Keyakinan Syiah
Menurut akidah dan keyakinan Syiah, Nabi Muhammad saw adalah seorang Nabi dan Rasul. Karena beliau adalah nabi yang terakhir, maka tidak akan ada lagi nabi yang diutus setelahnya. Nabi Muhammad saw termasuk salah satu dari para nabi Ulul Azmi dan membawa ajaran syariat baru dari sisi Allah swt untuk manusia. Nabi saw adalah orang pertama dari empat belas manusia suci. Beliau bukan hanya maksum dalam penerimaan wahyu tetapi dalam segala aspek kehidupannya pun terjaga dari dosa. Begitu juga telah dinukil bahwa Nabi saw memiliki beberapa mukzijat dan yang terpenting dari itu semua adalah Alquran.
Dakwah Terang-terangan
Setelah Muhammad saw sampai pada kenabian, ia selama tiga tahun berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Akan tetapi, sebagian meyakini dengan melihat urutan penurunan ayat-ayat Alquran, bahwa jarak dakwah yang dilakukan secara umum dimulai tidak lama setelah pengangkatan dan pengutusannya menjadi nabi. Sebelum mengajak sanak famili, dakwah Nabi saw ketika itu dilakukan secara khusus. [25]
Pada permulaan, Nabi saw mengajak masyarakat untuk meninggalkan penyembahan patung berhala dan menyeru mereka untuk menyembah Tuhan Yang Esa. Pada mulanya semua salat hanya dua rakaat. Kemudian untuk mereka yang tinggal menetap, wajib mendirikan salat sebanyak empat rakaat dan untuk para musafir dua rakaat. Kaum muslimin ketika mendirikan salat dan beribadah kepada Tuhan, melakukannya secara sembunyi-sembunyi di celah-celah gunung dan di tempat-tempat yang jauh dari lalu lalang masyarakat.[26]
Sebagai suatu hal yang masyhur, bahwa ketika 3 tahun dari kenabian Nabi Muhammad berlalu, Allah swt memberikan perintah kepadanya untuk berdakwah ke tengah masyarakat dan mengajak mereka untuk menyembah Tuhan Yang Esa dengan firman-Nya:
Ibnu Ishaq menulis, setelah ayat–ayat tersebut turun, Nabi saw berkata kepada Ali as: